RAFATS, FUSUK, dan JIDAL WAKTU HAJI



RAFATS, FUSUK, dan JIDAL WAKTU HAJI
Assalamu’alaikum wr wb
Ustaz, dalam melaksanakan ibadah haji kita dilarang melakukan rafats, berbuat fasik, dan berbantah-bantah sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 197. Apa yang dimaksud dengan semua perbuatan itu?
Wa’alaikumsalam wr wb
Allah SWT berfirman, “(musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi” barang siapa yang menetapkan niatnyan dalam bulan itu akan mengerjakan haji maka tidak boleh rafats, berbantah-bantaha di dalam masa mengerjakan haji. Apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekalah dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (QS Al-Baqarah [2]:197).
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan beberapa hukum dan adab yang berkaitan dengan iadah haji. Waktu pelaksanaan ibadah haji itu sudah diketahui karena sudah dilakukan sebelum nabi Muhamad diutus, sejak zaman Nabi Ibrahim AS pada Syawal, Zulqaidah, dan sepuluh hari pertama bulan Zulhijah menurut sebagian ulama, sedangkan sebagian lagi mengatakan semua hari di bulan Zulhijah itu juga termasuk waktu peaksanaan ibadah haji.
Adapun maksud dari menetapkan hati untuk mengerjakan haji pada bulan-bulan itu dalam ayat ini adalah berihram untuk melaksanakan ibadah haji karena kalau seseorang sudah berihram untuk ibadah haji ia wajib menyempurnakan ibadah hajinya, sebagaimana firman Allah SWT. “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” (QS Al-Baqarah [2]: 196).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari “barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu  akan mengerjakan haji” adalah mewajibkan dirinya dengan berihram untuk ibadah haji. Ini merupakan dalil akan kewajiban berihram dan menyempurnakan hajinya.
Tujuan dari ibadah haji adalah penyucian jiwa, ketundukan, dan kepatuhan terhadap Allah SWT, serta mendekati diri kepada-Nya dengan mengerjakan segala bentuk amal kebaikan dan menjauhi segala bentuk amal kebaikan dan menjauhi segala bentuk dosa dan maksiat agar ibadah haji menjadi mabrur, Allah menunjukkan jalan bagi hamba-hamba-Nya untuk sapai kepada tujuan itu dengan melarang mereka melakukan perbuatan yang merusak ibadah daji dari tujuannya. Dan, memerintahka mereka untuk melakukan segala kebaikan, khususnya di tempat yang mulia dan berkah, yaitu di Tanah Haram.
Rafats maksudnya hubungan suami istri, sesuai dengan firman Allah SWT dalam ayat lain, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu” (QS Al-Baqarah [2]: 187). Termasuk di sini, segala perbuatan dan perkataan yang menjurus ke sana, bercumbu, berciuman, atau perkataan yang berkaitan dengan hal itu.
‘Atha’ bin Abi Rabbah mengatakan rafats adalah hubungan suami isteri dan yang dibawahnya, seperti perkataan kotor. Abdullah bin Thawus meriwayatkan dari ayahnya bahwa ia bertanya kepada Ibnu Abbas tentang makna “jangan rafats”. Ibnu Abbas menjawab maksudnya adalah isyarat dengan perkataan yang menjurus ke hubungan suami isteri. Karena itu, para ulama memasukkan perkataan kotor ke makna rafats ini.
Perbuatan fasik maksudnya segala bentuk perbuatan maksiat, seperti mancaci-maki, gibah, memakan harta anak yatim, dan lain-lain. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa Ibnu Abbas menjelaskan maksud dari perbuatan maksiat. Ini juga merupakan pendapat ‘Atha’, Mujahid, Thawus, Ikrimah, Sa’id,bin Jubair, Muhammad bin Ka’ab, Qatadah, al-Nakh’i, al-Zuhri, Makhlul, dabn banyak ulama lainnya.
Maksud dari jangan berbantah-bantahan, Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ada dua pendapat dalam hal ini. Pertama, tidak boileh berbantah-bantahan dalam masalah waktu dan tata cara pelaksanaan ibadah haji karena Allah SWT telah menjelaskannya dengan sejelas-jelasnya. Kedua, tidak boleh berbantah-bantahan dalam segala hal yang menjadikan orang yang berbantahan itu saling marah dan memusuhi.
Meskipun semua perbuatan ini dilarang di setiap tempat dan waktu tetapi larangan itu semakin kuat dan keras pada waktu pelaksanaan ibadah haji karena maksud dari ibadah haji adalah menghinakan dan merendahkan diri, serta menyucikan diri di hadapan Allah SWT. Pun  mendekatkan diri pada-Nya  dengan mengerjakan segala perbuatan maksiat sehingga seorang hamba bisa mencapai haji yang mabrur, yaitu haji yang tidak ada balasan yang paling pantas bagi yang engerjakannya, kecuali syurga.
Artinya, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rosulullah SAW bersabda, “Dari umroh yang satu ke umroh berikutnya akan menghapuskan dosa di antara keduanya dan haji mabrur tidak   ada balasannya melainkan syurga ”.
(HR Bukhari dan Muslim)
Oleh : Ustaz Bachtiar Nasir
Sumber : Republika




Responses

0 Respones to "RAFATS, FUSUK, dan JIDAL WAKTU HAJI"

Posting Komentar

 

Recent Comments

Popular Posts

Return to top of page Copyright © 2010 | Biro Umroh Dan Haji Converted into Blogger Template by HackTutors