Aminah bukan seorang yang berpendidikan tinggi, diapun bukan pensiunan pekerja kantoran atau pegawai negeri sipil. Sehari-hari, nenek yang masih terlihat sehat ini hanya mencari nafkah dari mengelola warung makan pekalongan di bilangan matraman, jakarta timur.
Mungkin karena itulah, ia sempat merasa belum pantas untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Namu ,berkat bimbingan seorang ustadz di lingkungan tempat tinggalnya, akhirnya aminah memantapkan diri untuk menunaikan rukun islam yang kelima itu bersama suaminya. “saya orang bodoh, bapak juga orang bodoh, “tuturnya merendah. “saya malu sebenarnya sebagai orang bodoh naik haju. “
Aminah dan suaminya beribadah haji tahun lalu. Cukup lama ia menunggu waktu untuk mewujudkan keinginannya tersebut, tepatnya sejak 2008, karena ketidaktahuannya, dia menganggap orang yang layak pergi haji hanyalah orang yang pintar, pandai, dan kaya. Sedangkan, ia banyak mendapat bimbingan pak ustad Ashari yang memimpin rombongan haji di lingkungan rumahnya.
Tahun lalu biaya ibadah haji sebesar Rp 37 juta per orang, aminah membiayai ongkos naik haji itu dari keringatnya menjajakan makanan hasil menjual tanah di kampungnya di pekalongan, jawa tengah. Luas tanah itu kira-kira, kata Aminah, sebesar tiga rumah kontrakan berukuran sedang di ibu kota
Keinginan pergi haji selalu ada di benak aminah. Namun, wanita asal pekalongan ini tak pernah membayangkan kapan ia bernar-benar akan mewujudkan mimpi itu. Hanya, ia pernah bernazar, bila tanah miliknya itu terjual maka hasilnya akan digunakan untuk menyambangi Ka’bah.
Kebetulan yang membeli tanah miliknya itu adalah seorang guru mengaji yang kerap di sebut kiai. Kiai itu pun berpesan agar uang hasil penjualan tanah dimanfaatkan untuk ha-hal berguna. “pokoknya jangan dibuat jajan, jangan dibuat modal. “tutur wanita bertubuh mungil ini menirukan pesan sang kiai.
Kemudian, ia dan suami pun mendaftarkan diri untuk pergi haji. Langkahnya semakin mantap setelah mendapatkan bimbingan dari ustad Azhari. Dia mendapatkan bimbingan bahwa siapa pun, bila mampu.wajib menunaikan ibadah ini. Tak pandang siapa dan dari mana kalangan apa.
Seluruh ummat islam, ujar Aminah meniruka pesan ustaz Azhari, adalah sama derajatnya di mata allah. Sehingga, Aminah dan suaminya tidak perlu bermalu-malu. “justru seharusnya saya itu harus banyak-banyak bersyukur, “ujarnya mengenang kembali perjalanan ibadah hajinya.
Sampai sekarang pun, wanita yang sudah memiliki cucu ini merasa senang. Tiap dalam shalatnya. Ia terbayang suasana di tanah suci dan berharap untuk datang lagi memenuhi panggilan Allah SWT. Tentu, dengan mengandalkan penghasilan dari warung nasi sederhananya seluas 5 x 2,5 meter itu.
Warung nasi milik aminah memang memiliki banyak pelanggan setia. Warung yang kini dikelola oleh seuruh anggota keluarga aminah ini menyajikan menu sederhana masakan rumahan seperti yang di jual di warteg (warung tegal). Di meja etalase terlihat masakan tempe orek, bihun, sayur, telur balado, aneka gorengan, dan tentunya nasi putih. Ada pelanggan yang makan ditempat, tapi tak sedikit pula yang dibawa pulang.
Pelanggan warung makan Aminah sepertinya didominasi para pekerja. Memang tidak jauh dari warung nasi yang ia sewa itu, di utan kayu selatan, jakarta timur. Terdapat perusahaan konveksi celana jeans, para pekerja konveksi inilah yang biasa meramaikan tempat usahanya.
Sumber – budi raharjo
Responses
0 Respones to "Malu Pergi Ke Tanah Suci"
Posting Komentar